Wednesday, April 10, 2013

PERAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DALAM BIDANG PERIKANAN DAN KELAUTAN


Tugas Sistem Informasi Sumberdaya Perairan


PERAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DALAM BIDANG PERIKANAN DAN KELAUTAN



Dosen Pembimbing:
Rusdi Leidonal, SP, M.Sc


RISKY ANGGITA HARAHAP
090302075






 








PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2013








PENDAHULUAN





Latar Belakang
Sistem Informasi Geografis (Geographic Information System) adalah sistem informasi khusus yang mengelola data yang memiliki informasi spasial (bereferensi keruangan). Atau dalam arti yang lebih sempit, adalah sistem sistem yang memiliki kemampuan untuk membangun, menyimpan, mengelola dan menampilkan informasi berefrensi geografis, misalnya data yang diidentifikasi menurut lokasinya, dalam sebuah database.
GIS (Geographic Information System) merupakan suatu alat yang dapat digunakan untuk mengelola (input, manajemen, proses dan output) data spasial atau data yang bereferensi geografis. Setiap data yang merujuk lokasi di permukaan bumi dapat disebut sebagai data spasial bereferensi geografis. Misalnya data kepadatan penduduk suatu daerah, data jaringan jalan, data vegetasi dan sebagainya.
Sebuah sistem informasi geografis (SIG) mengintegrasikan perangkat keras, perangkat lunak, dan data untuk menangkap, mengelola, menganalisa, dan menampilkan semua bentuk informasi geografis dirujuk. GIS memungkinkan kita untuk melihat, memahami, pertanyaan, menafsirkan, dan visualisasikan data dalam banyak cara yang mengungkapkan hubungan, pola, dan kecenderungan dalam bentuk peta, bola dunia, laporan, dan grafik. GIS membantu Anda menjawab pertanyaan dan memecahkan masalah dengan melihat data Anda dalam cara yang cepat dan mudah dipahami bersama. Teknologi GIS dapat diintegrasikan ke dalam setiap kerangka sistem informasi perusahaan.
Sebuah sistem informasi geografis (GIS), sistem informasi geografis,  atau sistem informasi geospasial adalah sistem apapun yang menangkap, menyimpan, menganalisa, mengelola, dan menyajikan data yang berhubungan dengan lokasi. Dalam istilah sederhana, GIS adalah penggabungan kartografi, analisis statistik, dan teknologi database. GIS dapat digunakan dalam arkeologi, geografi, kartografi, penginderaan jauh, survei tanah, utilitas publik manajemen, manajemen sumber daya alam, pertanian presisi, fotogrametri, perencanaan kota, manajemen darurat, arsitektur lansekap, navigasi, video udara, dan mesin pencari lokal.
Seperti GIS dapat dianggap sebagai sebuah sistem, secara digital menciptakan dan "memanipulasi" area spasial yang mungkin yurisdiksi, tujuan atau aplikasi yang berorientasi GIS yang spesifik dikembangkan. Oleh karena itu, SIG yang dikembangkan untuk suatu, yurisdiksi aplikasi enterprise,, atau tujuan mungkin tidak tentu interoperabel atau yang kompatibel dengan GIS yang telah dikembangkan untuk beberapa aplikasi lain, yurisdiksi, perusahaan, atau tujuan. 

Tujuan 
Tujuan dilakukannya aplikasi SIG dalam bidang kelautan dan perikanan adalah:
  1. Mengetahui ikan di laut berada dan kapan bisa ditangkap.
  2. Jumlah yang berlimpah merupakan pertanyaan yang sangat biasa didengar.
  3. Meminimalisir usaha penangkapan dengan mencari daerah habitat ikan.
  4. Mengetahui area dimana ikan bisa tertangkap dalam jumlah yang besar
Manfaat
Manfaat dilakukannya aplikasi SIG dalam bidang kelautan dan perikanan adalah:
  1. Sebagai salah satu alternatif yang menawarkan solusi terbaik dalam mengkombinasikan kemampuan SIG dan penginderaan jauh (inderaja) kelautan.
  2. Dengan teknologi inderaja faktor-faktor lingkungan laut yang mempengaruhi distribusi, migrasi dan kelimpahan ikan dapat diperoleh secara berkala, cepat dan dengan cakupan area yang luas.

 



TINJAUAN PUSTAKA


Aplikasi SIG di Bidang Kelautan dan Perikanan
Ikan dengan mobilitasnya yang tinggi akan lebih mudah dilacak disuatu area melalui teknologi ini karena ikan cenderung berkumpul pada kondisi lingkungan tertentu seperti adanya peristiwa upwelling, dinamika arus pusaran (eddy) dan daerah front gradient pertemuan dua massa air yang berbeda baik itu salinitas, suhu atau klorofil-a.
Pengetahuan dasar yang dipakai dalam melakukan pengkajian adalah mencari hubungan antara spesies ikan dan faktor lingkungan di sekelilingnya. Dari hasil analisa ini akan diperoleh indikator oseanografi yang cocok untuk ikan tertentu. Sebagai contoh ikan albacore tuna di laut utara Pasifik cenderung terkonsetrasi pada kisaran suhu 18.5-21.5oC dan berassosiasi dengan tingkat klorofil-a sekitar 0.3 mg m-3 (Polovia et al., 2001; Zainuddin et al., 2004, 2006).
Selanjutnya output yang didapatkan dari indikator oseanografi yang bersesuaian dengan distribusi dan kelimpahan ikan dipetakan dengan teknologi SIG. Data indikator oseanografi yang cocok untuk ikan perlu diintegrasikan dengan berbagai layer pada SIG karena ikan sangat mungkin merespon bukan hanya pada satu parameter lingkungan saja, tapi berbagai parameter yang saling berkaitan. Dengan kombinasi SIG, inderaja dan data lapangan akan memberikan banyak informasi spasial misalnya dimana posisi ikan banyak tertangkap, berapa jaraknya antara fishing base dan fishing ground yang produktif serta kapan musim penangkapan ikan yang efektif.
Faktor-faktor yang mempengaruhi di lingkungan :
  • Suhu permukaan laut (SST),
  • Tingkat konsentrasi klorofil-a,
  • Perbedaan tinggi permukaan laut,
  • Arah dan kecepatan arus dan tingkat produktifitas primer.

Berikut ini disajikan salah satu contoh aplikasi penggunaan SIG dan inderaja pada penangkapan ikan tuna di laut utara Pasific (Gambar 1).  Terlihat bahwa dua database (satelit dan perikanan tuna) dikombinasikan dalam mengembangkan spasial analysis daerah penangkapan ikan tuna. Pada prinsipnya ada 4 layer/lapisan data yang diintegrasikan yaitu suhu permukaan laut (SST) (NOAA/AVHRR), tingkat konsentrasi klorofil (SeaWiFS), perbedaan tinggi permukaan air laut (SSHA) dan eddy kinetik energi (EKE) (AVISO).
Parameter pertama (SST) dipakai karena berhubungan dengan kesesuaian kondisi fisiologi ikan dan thermoregulasi untuk ikan tuna; sedangkan parameter yang kedua karena dapat menjelaskan tingkat produktifitas perairan yang berhubungan dengan kelimpahan makanan ikan; sementara parameter yang ketiga berhubungan dengan kondisi sirkulasi air daerah yang subur seperti eddy dan upwelling; dan parameter terakhir berhubungan dengan indeks untuk melihat daerah subur dan kekuatan arus yang mungkin mempengaruhi distribusi ikan.
Data penangkapan ikan tuna (lingkaran putih pada peta yang ditunjukkan dengan tanda panah) diplot pada peta lingkungan yang dibangkitkan dari citra satelit. Sedangkan panel atau layer yang paling atas menunjukkan peta prediksi hasil tangkapan.
Gambar 1 memberi informasi bahwa ikan tuna tertangkap dalam jumlah yang besar (terkonsentrasi) pada posisi sekitar 35oLU dan 160oBT bersesuaian dengan kondisi SST sekitar 20oC dan berassosiasi dengan tingkat klorofil-a sekitar 0.3 mg m-3. Konsentrasi ikan tersebut berada pada posisi positif anomaly permukaan laut (warna merah) yang bertepatan dengan kondisi EKE yang relatif lebih tinggi. Dari Gambar itu terlihat bahwa prediksi hasil tangkapan dengan peluang yang tinggi (dikenal dengan istilah habitat hotspot) juga menkonfirmasi daerah produktif tersebut. Setiap spesies ikan mempunyai karakteristik oseanografi kesukaannya sendiri dan cenderung menempati daerah tertentu yang bisa dipelajari.

























Gambar 1. Aplikasi SIG dan inderaja dalam kegiatan penangkapan ikan tuna pada bulan November 2000 (resolusi semua layer citra = 9 Km).

Contoh lain aplikasi SIG di selatan pulau Hokkaido, Jepang dapat dilihat pada Gambar 2 berikut ini. Peta ini menunjukkan berbagai informasi spasial yang dapat dipahami tentang perikanan tangkap di sekitar pulau tersebut, khususnya perikanan cumi-cumi. Peta SIG menggambarkan dimana posisi pelabuhan perikanan (fishing port), jarak antara fishing ground (daerah penangkapan) dan pelabuhan, distribusi hasil tangkapan, jumlah kapal yang tersedia. Dari informasi ini dapat dilihat bahwa distribusi musiman daerah penangkapan, hasil tangkapan dan jumlah kapal penangkap akan menghasilkan informasi tentang jalur migrasi spesies cumi-cumi tersebut yaitu cenderung ke utara pada bulan Juni dan kembali ke selatan pada bulan November.



Gambar 2. Peta distribusi daerah penangkapan cumi-cumi dan jumlah kapal dan hasil tangkapannya di sekitar pulau Hokkaido, Jepang pada bulan Juni (kiri) dan November (kanan).






PENUTUP

Kesimpulan
            Adapun kesimpulan dari makalah mengenai peran Sistem Informasi Geografis dalam bidang perikanan dan kelautan adalah:
  1. Pengetahuan dasar yang dipakai dalam melakukan pengkajian adalah mencari hubungan antara spesies ikan dan faktor lingkungan di sekelilingnya.
  2. Dengan kombinasi SIG, inderaja dan data lapangan akan memberikan banyak informasi spasial misalnya dimana posisi ikan banyak tertangkap, berapa jaraknya antara fishing base dan fishing ground yang produktif serta kapan musim penangkapan ikan yang efektif.
  3. Ikan dengan mobilitasnya yang tinggi akan lebih mudah dilacak disuatu area melalui teknologi ini karena ikan cenderung berkumpul pada kondisi lingkungan tertentu seperti adanya peristiwa upwelling.

Saran
            Adapun saran dalam makalah ini adalah diperlukannya pemahaman yang lebih lanjut mengenai sistem informasi geografis dalam bidang perikanan dan kelautan untuk mempermudah dalam mengetahui kelimpahan ikan dalam sektor perairan.



DAFTAR PUSTAKA


Prahasta, E. 2002. Konsep-konsep Dasar Sistem Informasi Geografis. Penerbit Informatika. Bandung.

Priyanti. 1999. Studi Daerah Penangkapan Rawal Tuna Di Perairan Selatan Jawa Timur-Bali Pada Musim Timur Berdasarkan Pola Distribusi Suhu Permukaan Laut Citra Satelit NOAA-AVHRR dan Data Hasil Tangkapan. Skripsi. Program Studi PSP. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Sumarno dan Indrianawati. 2011. Pembangunan Geodatabase Kelautan dan Pulau-Pulau Kecil Terluar. Jurnal Rekayasa No. 1 Vol. XV: 27-38.

Sutabri, T. 2003. Sistem Informasi Managemen. Penerbit ANDI Yogyakarta. Yogyakarta.